Teknik Pembuatan Tenun Songket
Pembuatan tenun songket pada dasarnya dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos. Tahap kedua adalah menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan. Masyarakat Amerika dan Eropa menyebut cara menenun seperti ini sebagai “inlayweavingsystem”.Pada tahap pertama benang-benang yang akan dijadikan kain dasar dihubungkan ke paso. Posisi benang yang membujur ini oleh masyarakat Silungkang disebut “benang tagak”.
Setelah itu, benang-benang tersebut direnggangkan dengan alat yang disebut palapah. Pada waktu memasukkan benang-benang yang arahnya melintang, benang tagak direnggangkan lagi dengan palapah. Pemasukkan benang-benang yang arahnya melintang ini menjadi relatif mudah karena masih dibantu dengan alat yang disebut pancukia. Setelah itu, pengrajin menggerakkan karok dengan menginjaksalah satu tijak-panta untuk memisahkan benang sedemikian rupa, sehingga ketika benang pakan yang digulung pada kasali yang terdapat dalam skoci atau turak dapat dimasukkan dengan mudah, baik dari arah kiri ke kanan (melewati seluruh bidang karok) maupun dari kanan ke kiri (secara bergantian). Benang yang posisinya melintang itu ketika dirapatkan dengan karok yang bersuri akan membentuk kain dasar.
Tahap kedua adalah pembuatan ragam hias dengan benang makao (benang masatau benang yang berwarna lain). Ragam hias tenun diciptakan dengan teknik menenun yang dikenal dengan teknik pakan tambahan atau suplementaryweft. Caranya agak rumit karena untuk memasukkannya ke dalam kain dasar harus melalui perhitungan yang teliti. Dalam hal ini bagian-bagian yang menggunakan benang lusi ditentukan dengan alat yang disebut pancukie yang terbuat dari bambu.
Konon, pekerjaan ini memakan waktu yang cukup lama karena benang makaoitu harus dihitung satu persatu dari pinggir kanan kain hingga pinggir kiri menurut hitungan tertentu sesuai dengan contoh motif yang akan dibuat. Setelah jalur benang makao itu dibuat dengan pancukie, maka ruang untuk meletakkan turak itu diperbesar dengan alat yang disebut palapah. Selanjutnya, benang tersebut dirapatkan satu demi satu, sehingga membentuk ragam hias yang diinginkan.
Sebenarnya lama dan tidaknya pembuatan suatu tenun songket, selain bergantung pada jenis tenunan yang dibuat dan ukurannya, juga kehalusan dan kerumitan motif songketnya. Semakin halus dan rumit motif songketnya, akan semakin lama pengerjaannya.
Pembuatan sarung dan atau kain misalnya, bisa memerlukan waktu kurang lebih satu bulan. Bahkan, seringkali lebih dari satu bulan karena setiap harinya seorang pengrajin rata-rata hanya dapat menyelesaikan kain sepanjang 5--10 sentimeter.
Sebagai catatan, kain songket tidak boleh dilipat, tetapi harus digulung dengan kayu bulat yang berdiameter 5 cm. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga agar bentuk motifnya tetap bagus dan benang mas-nya tidak putus, sehingga songketnya tetap dalam keadaan baik dan rapi.
Motif Ragam Hias Tenun Songket Silungkang
Kekayaan alam Minangkabau sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias denganpola-pola yang mengagumkan. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang sederhana dan proses kerja yang terbatas, namun tenunannya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Jadi, songket bukanlah hanya sekedar kain, melainkan telah menjadi suatu bentuk seni yang diangkat dari hasil cipta, rasa dan karsa penenunnya. Motif-motif ragam hias biasanya diberi nama tumbuh-tumbuhan, binatang ataupun benda-benda yang ada di alam sekitar.
Beberapa nama ragam hias dari Nagari Silungkang antara lain adalah: Bungo Malur, Pucuak Ranggo Patai, Kudo-Kudo, Pucuak Jawa, Pucuak Kelapa, Tigo belah, Kain Balapak Gadang, Bungo Kunyik, Kaluak Paku, Bungo Ambacang, Barantai, Sisiak dan lain-lain. Sedangkan untuk hiasan tepi kain terdapat beberapa nama motif seperti Bungo Tanjung, Lintahu Bapatah, Itiak Pulang Patang, Bareh Diatua, Ula Gerang dan lain-lain. Melihat bentuk ragam hiasnya, kelihatan bahwa ragam hias songket dari Silungkang terkesan lebih sederhana bila dibandingkan dengan ragam hias dari Pandai Sikek. Ragam hias Pandai Sikek kelihatan lebih rumit-rumit dan bervariasi.
Selain bersifat menghias, ragam hias kain songket tersebut juga memiliki makna. Salah satu contohnya adalah bentuk ragam hias yang tekenal yaitu “pucuak rabuang”.
Rebung dianggap sebagai tumbuhan yang sejak kecil sudah berguna bagi masyarakat. Sewaktu rebung masih kecil dapat digunakan untuk bahan sayuran. Ketika
telah tumbuh besar dan menjadi bambu pun masih tetap berguna, yaitu sebagai bahan bangunan dan lain sebagainya. Orang yang memakai motif ini tentulah diharapkan akan berguna pula bagi masyarakatnya (seperti bambu yang sangat berguna bagi manusia).
NILAI BUDAYA
Tenun Songket Silungkang, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: kesakralan, keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai kesakralan tercermin dari pemakaiannya yang umumnya hanya digunakan pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan upacara, seperti perkawinan, upacara batagakgala (penobatan penghulu) dan lain sebagainya. Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah tenun songket yang bagus.
TENUN SONGKET RIAU
Pada awalnya tenun yang diajarkan adalah tenun tumpu,kemudian berganti dengan alat yang bernama “Kik”. Kik adalah alat tenun sederhana terbuat dari bahan kayu berukuran sekitar 1 X 2 meter. Kain ini tidak terlalu lebar maka untuk menjadi satu sarung harus disambung dua yang disebut kain berkampuh. Untuk menghasilkan 1 kain diperlukan waktu 3-4 minggu.
Tenun songket Riau seringkali disebut dengan tenun songket Indragiri. Pada awalnya alat tenun Indragiri adalah alat tenun Tumpu yang kemudian diganti dengan Kik dan ATBM. Pada tahun 1992 pemerintah daerah Kabupaten Indragiri Hulu mengkaji dan mengangkat tenun songket Indragiri.
Dalam perkembangan tenun saat ini sudah tidak digunakan Kik atau gedokan sebagai alat tenun, digantikan dengan menggunakan ATBM. Dengan ATBM maka pembuatan sehelai kain tenun membutuhkan waktu 4 atau 5 hari saja. Dan dipergunakan benang border sebagai pengganti benang emas.
Kerajinan kain tenun songket yang sangat popular adalah tenun Siak, Bengkalis, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir.
Jenis-jenis kain tenun songket Riau antara lain:
• Kain tenun songket bahan katun
• Kain tenun bahan katun dengan variasi benang emas
• Kain tenun songket bahan sutera
• Kain tenun songket bahan sutera dengan variasi benang emas
• Kain tenun lejo(lajur)
• Kain tenun pola berkotak-kotak
Pada bagian ujung terdapat gulungan benang yang sudah diani dengan benang lungsi dan ditarik ke pangkal dengan terlebih dulu disisipkan melalui gun dan sisir besi. Pada diikatkan ke paku penggulung kain.
Pemasangan benang pakan pada benang lungsi dimasukkan dari kiri ke kanan melalui sebuah teropong yang dalamnya terdapat peleting yang melalui celah benang lungsi lalu sisir dihentakkan kea rah penenun sehingga berbunyi plak-plak tak maka terbentuklah satu garis kain baru dari persilangan benang lungsi dan pakan.
Keindahan kain tenun Siak antara lain terletak pada pada perpaduan warna serta rapat tidaknya susunan benang yang digunakan.pewarna pada benang dapat dilakukan dengan pencelupan sendiri dengan pilihan yang mudah dan banyak diperjual belikan di pasaran.
Di dekranasda Riau dikelola unit pelatihan bagi pengrajin tenun songket Riau. Digunakan alat tenun bukan mesin beberapa jenis antara lain: Tijak, ATBM yang menggunakan kartu, mesin jaguar. Dengan ATBM yang sudah lebih disesuaikan ini, proses penenunan bisa dilakukan oleh lebih dari 1 orang, dan pengerjaannya relative lebih cepat.
PENUTUP
Seni tenun di daerah Sumatera sangat besar pengaruh keragaman seni kain songketnya. Yang khusus menggunakan benang emas sebagai pakan atau lebih dikenal dengan tenun ikat khusus atau ikat tambahan. Untuk benang lungsi digunakan bahan sutera, katun maupun campuran(rayon dll).
Songket Sumatera memiliki kualitas yang baik, dari sisi penggunaan seratnya dan juga teknik penggunaan ATBM dari yang sederhana Gedogan/kik, Tijak sampai dengan yang lebih agak modern(jaguar)=bisa dikerjakan oleh 2 orang sehingga memungkinkan diproduksi lebih cepat(di Riau).
Yang disebut dengan kain tenun disini adalah kain yang dibuat dengan cara sederhana, tradisional yaitu dilakukan oleh seorang penenun secara perseorangan. Membuat atau menenunnya memerlukan waktu khusus antara 3 hari sampai dengan 3/6 bulan. Lebar kain tenun tidak lebih dari 1 meter dan panjang biasanya sepanjang 1 kain antara 2 sampai dengan 2,5 meter.
Motif pada benang lungsi diikat pada bagian seratnya sesuai dengan desain motif yang diinginkan dan dibuat pula pola motif pada benang pakannya. Sehingga hasil tenun songket ini begitu rumit dari sisi motif dan cara menenunnya.
Dapat dikatakan bahwa kain tenun Sumatera atau songket, adalah seni tenun yang sangat tinggi nilainya; sangat berhubungan erat dengan Kebudayaan dan kebiasaan masyarakat setempat dalam kegiatan adatnya seringkali berpakaian menggunakan kain tenun songket; baik untuk kain kebaya, ikat kepala, sarung, baju teluk belanga,dll